Menag Beri Penjelasan Soal Pernyataannya Tak Ada Suara Azan di PIK

CAPITALNEWS.ID – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyatakan bila sebuah perkampungan tanpa rumah ibadah akan terasa kering. Namun, setelah melihat adanya rumah ibadah, akan muncul perasaan tergugah dan ingat Tuhan.

“Kalau perkampungan masyarakat tanpa rumah ibadah, nanti, kan, jangan-jangan terasa kering. Karena bagi kita, begitu melihat rumah ibadah langsung hati kita tergugah, ingat pada Tuhan, kan?” kata Menag sesuai meninjau Misa Natal di Gereja Imanuel, Jakarta Pusat, Selasa silam.

Menag lantas memberikan penjelasan lebih komplit mengenai ucapannya yang menyebut tidak ada suara adzan di Kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) saat menghadiri Rapat Pleno V Mukernas MUI beberapa waktu lalu.

Nasaruddin mengajak semua pihak untuk menjadikan Indonesia sebagai kota religi dengan kehadiran rumah ibadah dari berbagai agama di sudut-sudut kota metropolitannya.

“Mari kita menjadikan Indonesia ini sebagai kota religi. Kota religi itu, kota-kota metropolitannya itu dihiasi dengan adanya kehadiran rumah-rumah ibadah, apakah itu gereja, apakah itu pura, apakah itu masjid,” kata dia.

Dengan adanya rumah ibadah di setiap sudut, kata Menag, maka setiap umat beragama akan langsung mengingat Tuhannya. Berbeda halnya jika hanya diisi gedung-gedung pencakar langit saja.

“Jadi itu yang saya maksudkan betapa perlunya ada suara-suara religi pada setiap sudut-sudut kota,” sambung Menag.

Sebelumnya, Menag Nasaruddin Umar saat menghadiri Rapat Pleno V Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) IV MUI, menyoroti kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) yang masih minim suara azan.

“Mestinya kita jangan biarkan daerah Jakarta ini tidak ada masjidnya. Sekitar 1.000 hektare di Pantai Indah Kapuk (PIK) tidak ada suara azan,” ungkapnya.

Nasaruddin pun mengajak seluruh umat beragama di Indonesia untuk menjadikan negeri ini sebagai contoh negeri yang damai dan rukun dalam keberagaman.

“Walaupun kita berbhineka tunggal ika, tapi ini suatu kebanggaan kita bahwa kita boleh berbeda-beda suku bangsa. Perbedaannya sangat banyak tapi kita bisa hidup rukun,” ujarnya.

(Red-01/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button