Soroti Banyaknya Pelanggaran Hukum Acara Pidana, Koalisi Masyarakat Sipil Sampaikan 8 Poin Krusial Pembaruan KUHAP ke Komisi III DPR

CAPITALNEWS.ID – Koalisi Masyarakat Sipil mengirimkan surat terbuka kepada Komisi III DPR RI terkait pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang masuk dalam Prolegnas 2025.

Dalam surat tersebut, koalisi menyoroti banyaknya pelanggaran hukum acara pidana yang berpotensi merugikan hak asasi manusia, penyalahgunaan kekuasaan, dan penyelewengan dalam penegakan hukum.

Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Fadhil Alfathan dari LBH Jakarta, menegaskan bahwa implementasi hukum acara pidana sudah mencapai titik yang sangat mengkhawatirkan.

“Banyak sekali pelanggaran hukum acara yang berdampak pada pelanggaran hak asasi manusia, penyelewengan, penyalahgunaan kekuasaan yang mewujud dalam kriminalisasi, penyiksaan, hingga perilaku-perilaku koruptif. Ironisnya, semua itu dilakukan atas nama hukum acara pidana atau penegakan hukum pidana,” ujar Fadhil di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat. Senin (10/2/2025).

Dalam surat tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil mengajukan delapan poin penting yang seharusnya menjadi substansi utama dalam pembaruan KUHAP.

Poin pertama adalah peneguhan kembali prinsip due process of law yang harus dihormati dalam setiap tahapan proses hukum. Fadhil juga menekankan pentingnya penguatan dan penjaminan hak asasi manusia serta sistem check and balances dalam penerapan hukum pidana.

Selain itu, koalisi mengusulkan adanya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang lebih jelas terkait dengan upaya paksa, mulai dari penetapan tersangka hingga penyitaan dan penggeledahan. Mereka menilai bahwa tanpa mekanisme pengawasan yang memadai, instrumen hukum acara tersebut dapat dengan mudah disalahgunakan oleh aparat penegak hukum.

Fadhil juga menyoroti pentingnya penguatan hak-hak tersangka yang kerap kali diabaikan dalam proses hukum pidana di Indonesia. Koalisi menilai bahwa perlu adanya mekanisme penyelesaian sengketa di luar persidangan serta perbaikan pengaturan mengenai upaya paksa seperti banding, kasasi, dan peninjauan kembali demi kepentingan hukum.

Salah satu poin penting lainnya adalah perlunya mekanisme komplain bagi masyarakat yang menjadi korban pelanggaran hukum acara atau hak asasi manusia. Koalisi menyebutkan bahwa praperadilan yang ada saat ini belum berfungsi secara optimal sebagai wadah kontrol yang memberikan keadilan bagi masyarakat.

Terakhir, Fadhil menekankan bahwa perlu ada penguatan dan perbaikan dalam penjaminan hak-hak korban, baik yang bersifat prosedural, seperti hak atas informasi perkembangan perkara, maupun hak bagi korban untuk mendapatkan pemulihan setelah terjadinya pelanggaran hukum.

Koalisi Masyarakat Sipil berharap agar delapan poin ini dapat menjadi bahan pertimbangan penting dalam pembaruan KUHAP yang lebih humanis dan berkeadilan, serta mampu mencegah penyalahgunaan wewenang dalam proses penegakan hukum pidana di Indonesia.

(Dom)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button