PN Jakut Bebaskan Aky dan Eva Jauwan, Penasehat Hukum: Sejak Awal Tak Ada Pemalsuan
CAPITALNEWS.ID – Majelis Hakim yang diketuai Sofia Marlianti Tambunan menjatuhkan vonis bebas bagi dua terdakwa pemalsuan yang melibatkan ayah dan anak, Aky Jauwan dan Eva Jauwan, pada sidang pembacaan keputusan, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut). Selasa (30/7/2024).
Majelis Hakim membebaskan kedua terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan hukum, karena terbukti tidak bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan menurut Pasal 266 dan 263 KUHP. Majelis Hakim juga memerintahkan kedua terdakwa dikeluarkan dari tahanan dan harkat dan martabat mereka direhabilitasi.
Menyambut keputusan ini, penasehat hukum terdakwa Djalan Sihombing dan Banggal Napitupulu mengucapkan terima kasih sambil mengapresiasi ketegasan dan keberanian Ketua Majelis Hakim Sofia Tambunan.
“Sangat luar biasa ketegasan Ibu Ketua Majelis Hakim. Beliau sangat tegas dan konsisten dengan fakta-fakta persidangan. Tak ada yang bisa mendikte beliau. Selama persidangan, beliau amat kritis terhadap siapa saja. Yang beliau kejar adalah kebenaran,” tutur Djalan kepada awak media usai sidang.
Djalan Sihombing dan Banggal Napitupulu bersyukur perkara ini masuk ke pengadilan sehingga diketahui mana yang benar dan mana yang salah. Sebelum proses persidangan di PN Jakarta Utara, Djalan sudah mencium ada upaya beberapa pihak untuk memenjarakan Aky Jauwan dan Eva Jauwan, padahal kedua terdakwa ini justru telah melakukan kebaikan hati terhadap Katarina, orang yang melaporkan mereka ke polisi.
Perkara berawal ketika Alexander meninggal dan Katarina mulai meminta uang sebagai harta gono-gini dari keluarga Alexander. Perkawinan Alexander dan Katarina Bonggo Warsito berlangsung hanya satu tahun delapan bulan, lalu mereka cerai. Di KTP Alexander tertulis status tidak menikah.
Setelah Alexander meninggal, tiba-tiba Katarina datang meminta uang sebesar Rp 350 juta. Ayah Alexander, yaitu Aky Jauwan memberi uang itu kepada Katarina. Kemudian, Katarina datang lagi meminta Rp 500 juta. Di situ, Aky Jauwan merasa tak sanggup memberi.
Selanjutnya, Katarina meminta bagiannya dari hasil toko di Gedung Perbelanjaan Lindeteves, Mangga Besar, Jakarta Barat. Adapun uang yang diminta Katarina sebesar Rp 17,5 miliar. Aky Jauwan pun menyatakan tak sanggup dan menawarkan sebuah apartemen di Ancol dan satu unit mobil. Katarina menolak, lalu melapor ke polisi.
Dari fakta persidangan, tak terbukti ada niat dari Aky Jauwan dan Eva Jauwan untuk melakukan pemalsuan dokumen lewat petugas akta notaris. Aky dan Eva malah bersikap baik hati terhadap Katarina. Sementara dari fakta persidangan terbukti Katarina yang membuat dokumen-dokumen sehingga bisa mendapatkan keuntungan bagi dirinya.
Keseriusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara berhasil mendudukkan kasus ini pada tempatnya yang benar, sehingga keputusan yang diambil pun sejalan dengan kebenaran fakta hukum.
“Kami tertarik dengan ketegasan Ketua Majelis Hakim Ibu Sofia Tambunan yang cemerlang membuat keputusan hukum terhadap persidangan perkara ini. Selama persidangan beliau kritis, tegas, dan berani. Beliau menegur siapa saja yang mencoba menghalangi persidangan. Semoga karier beliau di dunia hukum berjalan mulus karena kita butuh hakim-hakim yang tegas dalam memberi rasa keadilan,” pungkas Djalan.
Para penasihat hukum ini berterima kasih juga kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mau bersikap terbuka terhadap fakta persidangan, dan berterima kasih kepada para saksi ahli seperti Prof Ginting yang mencerahkan persidangan.
Tak lupa Djalan mengucapkan terima kasih kepada media pers yang ikut mengawal persidangan ini dan memberi informasi yang obyektif kepada publik.
Seperti diketahui, pada sidang sebelumnya kedua terdakwa telah dituntut JPU dengan pidana selama 2 tahun dan 4 tahun penjara.
(Ramdhani)