JAM-Pidum Setujui 10 Kasus Restorative Justice, Termasuk Kasus Pencurian di Denpasar

CAPITALNEWS.ID – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Asep Nana Mulyana telah menyetujui sepuluh permohonan penghentian penuntutan melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice). Salah satu kasus yang mendapat persetujuan adalah perkara pencurian yang terjadi di Denpasar.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerang Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Harli Siregar dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/10/2024).

Menurut Harli, tersangka dalam kasus pencurian yang terjadi di Denpasar tersebut yaitu Mona Hariani yang dituduh melakukan pencurian kalung emas seberat 2,530 gram dan liontin emas seberat 0,580 gram milik Anak Saksi Zahra Alya Rojaba.

“Peristiwa ini terjadi pada 21 Juli 2024 di wilayah Denpasar Utara. Tersangka menjual perhiasan tersebut dan menggunakan sebagian uang hasil penjualan untuk membayar kebutuhan sehari-hari, termasuk biaya sekolah anaknya. Akibat perbuatannya, korban mengalami kerugian sebesar Rp 2.578.860,” ujarnya.

Melalui upaya restorative justice yang difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Mona Hariani mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban. Korban menerima permintaan maaf dan meminta agar proses hukum terhadap Mona dihentikan.

Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar kemudian mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kejaksaan Tinggi Bali, yang akhirnya disetujui oleh JAM-Pidum pada ekspose kasus yang digelar pada 2 Oktober 2024.

Selain Kasus di Denpasar, JAM-Pidum Setujui 9 Kasus Lainnya

Selain kasus Mona Hariani, sembilan perkara lainnya juga diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Dadang Djunaidi dari Kejaksaan Negeri Bitung, terkait Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
  2. Herman alias Adek dari Kejari Sanggau, terkait Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
  3. Jaka Irawandi dari Kejari Sumbawa, terkait Pasal 378 KUHP tentang penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
  4. Andri Komala dari Kejari Jakarta Barat, terkait Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
  5. Sri Yanti dari Kejari Jakarta Barat, terkait Pasal 362 KUHP tentang pencurian atau Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan.
  6. Karyogi dari Kejari Kutai Barat, terkait Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
  7. Gembara Alam Putra dari Kejari Penajam Paser Utara, terkait Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang pengancaman.
  8. Bima Mandala dari Kejari Pandeglang, terkait Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
  9. Enrif Panjaitan dari Kejari Tanjung Jabung Barat, terkait Pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Pertimbangan Restorative Justice

Penghentian penuntutan terhadap para tersangka ini dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, di antaranya:

  • Proses perdamaian telah dilakukan dengan tersangka meminta maaf dan korban memberikan maaf.
  • Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  • Ancaman pidana terhadap tersangka tidak lebih dari lima tahun penjara.
  • Kedua belah pihak setuju untuk tidak melanjutkan proses hukum demi kepentingan yang lebih besar.

Mekanisme keadilan restoratif ini diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020, yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dengan penyelesaian yang adil bagi kedua belah pihak. Keputusan ini juga mendapat respons positif dari masyarakat.

(Dom)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button