CAPITALNEWS.ID – ‘Crazy Rich’ Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil keuntungan penampungan uang korupsi timah suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ardito Muwardi mengatakan, Helena memberikan sarana money changer PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) miliknya untuk menampung uang pengamanan dan sewa alat processing dari Harvey selaku perwakilan dari PT Refined Bangka Tin (RBT).
“Terdakwa Helena memberikan sarana kepada Harvey Moeis dengan menggunakan perusahaan money changer miliknya, yakni PT Quantum Skyline Exchange untuk menampung uang pengamanan dan sewa alat-alat processing untuk penglogaman timah,” kata JPU saat membacakan surat dakwaan, dikutip Rabu (21/8/2024).
Dalam perkara ini, Helena disebut dengan sengaja menghilangkan atau memusnahkan bukti transaksi keuangan terkait kasus dugaan korupsi timah.
“Pemusnahan bukti dilakukan dengan tujuan menyembunyikan transaksi keuangan,” sebut JPU.
JPU mengungkapkan bukti transaksi keuangan tersebut merupakan transaksi pengumpulan biaya pengamanan dan sewa alat processing antara Harvey Moeis bersama-sama dengan Direktur Utama PT RBT Suparta, Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia Thamron, serta Direktur PT Sariwiguna Binasentosa Robert Indarto.
Selain itu, bersama-sama pula dengan Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa Suwito Gunawan, General Manager Operasional PT Tinindo Internusa Rosalina, serta Marketing PT Tinindo Internusa Fandy Lingga.
Bukan hanya memusnahkan bukti transaksi keuangan Harvey, Helena juga disebut menggunakan beberapa rekening dan tempat penukaran uang yang disembunyikan dan disamarkan guna menghilangkan jejak transaksi keuangan korupsi timah Harvey.
“Bahwa dalam melakukan sejumlah transaksi uang dari pengumpulan dana pengamanan seolah-olah CSR tersebut, terdakwa Helena menggunakan beberapa rekening dan beberapa money changer yang disembunyikan dan disamarkan,” kata JPU.
Langkah menyembunyikan dan menyamarkan transaksi tersebut dilakukan dengan menuliskan tujuan transaksi ke Harvey Moeis disamarkan sebagai setoran modal usaha atau pembayaran hutang piutang.
“Padahal kenyatanya tidak ada hubungan hutang piutang atau modal usaha antara Helena maupun PT QSE dengan Harvey,” ucap JPU.
Kemudian, langkah lainnya yang dilakukan Helena dalam menyembunyikan transaksi korupsi, yakni transaksi tidak didukung dengan persyaratan sesuai peraturan yang berlaku, tidak dilengkapi dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan tidak dicatat dalam transaksi keuangan PT QSE.
Helena juga tidak melaporkan transaksi itu ke Bank Indonesia (BI) maupun Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
Adapun transaksi pengumpulan biaya pengamanan dan sewa alat-alat processing dilakukan secara transfer dan tunai dengan total nilai 30 juta dolar AS atau setara dengan Rp420 miliar.
Dana yang dikumpulkan oleh Harvey Moeis dicatat seolah-olah merupakan dana corporate social responsibility (CSR) dari kegiatan pertambangan timah ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015–2022.
Akibat perbuatannya itu, Helena didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun. Harta benda milik Helena yang diduga terkait TPPU juga telah disita seperti mobil hingga tas mewah.
Helena Lim diancam pidana karena melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 serta Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 56 ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
(Red-01/*)