Menkes Blak-blakan Ungkap Penyebab Industri Kesehatan Indonesia Tak Bisa Berkembang

CAPITALNEWS.ID – Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengeluhkan soal tumpang tindih aturan bea impor dalam industri kesehatan. Hal itu, sebut dia, menjadi salah satu penyebab mahalnya harga alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan di Indonesia.

Budi mengatakan, akibat adanya kebijakan yang tidak konsisten membuat industri kesehatan di Indonesia tidak bisa berkembang. Ini, terangnya, berhubungan dengan kebijakan bea masuk barang impor untuk alat kesehatan.

Budi mencontohkan aturan yang tidak sinkron seperti untuk penyediaan mesin ultrasonografi atau USG di tanah air. Menurutnya, selama ini utnuk mengimpor mesin USG yang sudah jadi hanya dikenakan bea masuk 0 persen.

Namun di sisi lain, ketika ada industri yang ingin mengimpor komponen untuk membuat mesin USG, seperti layar USG, elektronik USG ataupun bahan baku dari luar negeri, bea masuknya justru besar sampai 15 persen.

“Misalnya kita beli 10 ribu mesin USG. Kalau sebanyak itu kita maunya kalau bisa pabrik USG ada di kita dong, Nah padahal bea masuk impor mesin USG 0 persen. Tapi kalau kita ada pabrik dalam negeri beli komponen layar USG, elektronik USG, bahan bakunya malah dikenakan bea masuk 15 persen,” ujar Budi di kutip Rabu (3/7/2024).

Dari contoh ini, Budi mengatakan ada inkonsistensi antar kebijakan di Indonesia. Di satu sisi industri ingin didorong lebih maju, tapi tidak didukung dengan kebijakan insentif.

“Nah ini kan ada inkonsistensi, di satu sisi kita ingin dorong industri ini supaya produksi dalam negeri. Tapi di sisi lain supporting insentifnya atau insentifya gak align (sejalan),” katanya.

Padahal, sambung Budi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berpesan agar industri kesehatan dalam negeri bisa diperbaiki tata kelolanya. Jangan sampai pengembangan industri kesehatan di dalam negeri tak bisa berkembang.

Budi mengungkapkan bahwa permasalahan teknis terkait hal tersebut harus diselesaikan dengan kerja sama lintas sektor kementerian, seperti Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan.

“Ini memang butuh kerja sama karena yang tahu kan sebenarnya kementerian teknis,” pungkasnya.

(Red-01/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button