PN Jakbar Ikuti Dialog Yudisial antara Dirjen Badilum dengan Hakim Australia

CAPITALNEWS.ID – Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) turut serta dalam dialog yudisial yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia (Dirjen Badilum MA RI) dengan hakim dari Federal Circuit and Family Court of Australia (FCFCOA). Jumat (21/2/2025).
Menurut Humas PN Jakbar, Martin Ginting dalam keterangannya menjelaskan acara yang dilaksanakan secara daring dan luring ini mengangkat tema ‘Penerapan Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak Dalam Perkara Dispensasi Kawin dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Dalam Perkara Perceraian’
Martin mengatakan, dialog yudisial ini dibuka oleh Dirjen Badilum, Bambang Myanto yang menyampaikan urgensi perkembangan hukum dan pengawasan pelaksanaan praktik peradilan yang tertib administrasi, khususnya berkaitan dengan penanganan perkara yang ada aspek anak-anak.
“Dalam hal ini, putusan sebagai produk hukum harus memuat anonimisasi apabila ada pihak terkait yang masih dalam usia anak dan memuat pertimbangan berkaitan dengan anak. Hal itu juga dikaji melalui inovasi aplikasi Dirjen Badilum yaitu Satu Jari,” katanya.

Adapun Yang Mulia Wakil Ketua FCFCOA, Partizia Mercuri menyampaikan pidato kunci (keynote speech) mengenai praktik peradilan untuk perkara perceraian dengan memperhatikan kepentingan ana. Seperti peran aktif hakim untuk mempertimbangkan kondisi psikologis anak hasil perkawinan adanya pengacara anak secara mandiri yang bertugas untuk menggali kepentingan anak dan menyuarakan kepentingan anak dalam persidangan perkara perceraian.
“Serta adanya pendamping psikologis bagi anak untuk memberikan pendapat perkembangan psikologis anak,” papar Partizia Mercuri.
Selain itu, Bambang Myanto menekankan dasar hukum prioritas kepentingan anak sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2015, PERMA Nomor 3 Tahun 2017, dan PERMA Nomor 5 Tahun 2019. Mahkamah Agung menekankan pentingnya hak hidup dan hak tumbuh kembang bagi anak.
“Akan tetapi, iklim keluarga Indonesia semakin memprihatinkan dengan naiknya tren masuknya perkara perceraian di mana pada tahun 2019 hanya ada sekitar 282 perkara, namun pada tahun 2020 ada 1237 perkara perceraian yang masuk,” urai Bambang Myanto.
Hal tersebut juga disebabkan faktor maraknya perkawinan anak atau yang belum cukup umur. “Terlebih secara kebiasaan atau adat juga mendorong faktor sosiologis maupun psikologis sehingga anak mau tidak mau harus menikah meskipun belum cukup umur,” ungkap Bambang Myanto.
Hadir dalam dialog itu Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPA, Dr Pribudiarto Nuur Sitepu yang menyampaikan pentingnya peradilan dalam memperhatikan mental health dari anak. Perlu juga ada penilaian kesiapan dan kelayakan anak untuk melangsungkan perkawinan dengan melalui asesmen.
Sedangkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) Dr Dahlan menekankan mengenai penting diperhatikannya batas usia minimal perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juncto Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yaitu usia 19 tahun. Dan penanganan anak juga harus dilakukan secara imbang untuk semua, termasuk juga untuk anak dengan kondisi luar biasa.
“Hakim harus memeriksa apakah ada pendampingan, penerjemah, hingga untuk mengetahui hambatan anak dalam memberikan keterangan,” tutur Dahlan.
Dengan selesainya dialog yudisial dengan proses berbagi pengalaman antara Indonesia dan Australia, diharapkan praktik peradilan menjadi lebih baik khususnya dalam mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak melalui fasilitasi dari pengadilan. Masa depan anak masih dapat ditentukan dengan perlindungan kepentingan terbaik bagi anak.
(Dom)