MA Berikan Penjelasan Terkait Eksekusi Pengosongan Rumah di Cikarang yang Viral

CAPITALNEWS.ID – Eksekusi pengosongan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Cikarang pada 30 Januari 2025 menjadi perbincangan hangat di media sosial. Eksekusi ini terkait dengan sebidang tanah milik Abdul Hamid di wilayah Cikarang, Kabupaten Bekasi, yang menuai berbagai reaksi. Mahkamah Agung (MA) melalui juru bicara Prof. Yanto memberikan penjelasan terkait kejadian tersebut.

Menurut Yanto, tanah yang dieksekusi tercatat dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 325 Jatimulya (sekarang Desa Setia Mekar), yang luasnya mencapai 36.030 m². Tanah tersebut dibagi menjadi beberapa sertifikat yang kemudian dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan.

“Eksekusi tersebut adalah pelaksanaan eksekusi delegasi berdasarkan putusan-putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap sejak tahun 1996,” ujar jubir MA, Yanto dalam keterangan pers yang disampaikan di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakpus, Kamis (13/2/2025).

Lanjut Yanto menjelaskan, proses eksekusi yang telah melalui berbagai tahapan ini, dimulai dengan pemberian teguran (aanmaning) kepada pihak yang bersangkutan. PN Bekasi sebagai pengadilan yang memberi delegasi kepada PN Cikarang juga telah melakukan sita eksekusi terhadap objek yang bersangkutan.

“Proses konstatering atau pencocokan terhadap lokasi objek eksekusi telah dilakukan oleh PN Cikarang dengan melibatkan BPN pada tahun 2022, meskipun pihak BPN tidak hadir pada saat itu,” jelas Yanto.

Ia menambahkan, PN Cikarang kemudian melaksanakan eksekusi pengosongan dan penyerahan pada 30 Januari 2025 sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam pedoman administrasi peradilan. Berita acara pelaksanaan eksekusi ini juga telah disampaikan kepada PN Bekasi pada 31 Januari 2025.

Yanto menegaskan bahwa eksekusi ini telah dilakukan dengan mematuhi semua pedoman teknis dan administratif yang berlaku. Dalam hal ini, tidak ada permohonan perlawanan yang tercatat dalam register perkara PN Cikarang, karena permohonan perlawanan sebelumnya telah diputus dan berkekuatan hukum tetap.

Selain itu, sistem pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, yang dikenal dengan sistem publikasi negatif, mengakui kekuatan hukum sertifikat yang dikeluarkan, sepanjang tidak ada bukti yang membuktikan sebaliknya. Dalam hal ini, eksekusi dilakukan berdasarkan sertifikat yang sah dan tidak ada gugatan yang lebih berhak atas tanah tersebut.

“Dengan demikian, meskipun eksekusi ini menuai perhatian publik, seluruh prosesnya telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia,” pungkas Yanto.

(Dom)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button