CAPITALNEWS.ID – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019–2022, Kamis (22/8/2024).
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, penyidik memeriksa kakak kandung Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar itu dalam kapasitasnya sebagai Mendes PDTT, bukan sewaktu menjabat Ketua DPRD Jawa Timur.
“Informasi sementara yang didapat dari penyidik dalam kapasitas sebagai menteri,” ujar Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Saat disinggung soal adanya indikasi timpang tindih dengan dana desa, Tessa enggan membeberkan dengan jelas.
“Belum bisa dibuka dulu karena masih berproses dan itu sudah masuk materi penyidikan. Nanti kalau ada update, kami sampaikan,” katanya.
Tessa menambahkan, selain memeriksa Halim, penyidik KPK telah melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap saksi-saksi di sejumlah wilayah di Jatim. Antara lain, Bojonegoro, Gresik, dan Lamongan dengan total saksi mencapai 90 orang.
“Seluruhnya merupakan ketua kelompok masyarakat dan koordinator lapangan penerima dana hibah,” terangnya.
Sementara itu, Abdul Halim usai menjalani pemeriksaan, mengaku dirinya dicecar penyidik mengenai kasus hibah Pokmas yang menjerat 21 tersangka itu.
“Semua sudah saya jelaskan. Clear, jadi terserah penyidik,” kata Abdul Halim.
Dia mengaku, ada sekira 20 pertanyaan yang diajukan oleh penyidik KPK. Dan seluruhnya, sudah dia jawab secara jelas dan lengkap.
“Tidak ada satu pun pertanyaan terlewat,” ucapnya.
Namun, pria yang biasa disapa Gus Halim itu enggan merinci apa saja pertanyaan penyidik yang diajukan padanya, termasuk saat dirinya menjadi Ketua DPRD Jatim atau setelah menjadi Mendes PDTT.
“Ya pokoknya waktu urusan Jatim lah. Kan bisa saat jadi Ketua DPRD dan setelahnya,” ujarnya.
KPK sebelumnya telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019–2022.
Dari 21 tersangka, empat di antaranya menjadi tersangka penerima suap. Sementara 17 lainnya ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang sebelumnya menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019–2024, Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) dkk.
Sahat Tua telah divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Selasa, 26 September 2023.
Sahat terbukti menerima ijon fee dana hibah pokok pikiran (pokir) masyarakat yang bersumber dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2020–2022 serta APBD 2022–2024 yang masih akan ditetapkan untuk wilayah Kabupaten Sampang.
Total anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk dana hibah kelompok masyarakat sebesar Rp200 miliar.
Tindak pidana dilakukan Sahat bersama-sama dengan staf ahlinya, Rusdi; Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Kelompok Masyarakat/Pokmas, Abdul Hamid; dan Ilham Wahyudi alias Eeng.
Sejak tanggal 15–18 Juli 2024, tim penyidik KPK telah melakukan serangkaian kegiatan di Kota Surabaya berupa pemeriksaan saksi-saksi serta penyitaan dokumen-dokumen terkait.
Terkini, tim penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di Gedung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur, 16 Agustus 2024. Dalam penggeledahan, ada sejumlah dokumen dan alat bukti elektronik disita KPK.
(Red-01/*)