Sidang Kasus Pemalsuan Putusan MA dan Pelanggaran Etik Dosen Ditunda

CAPITALNEWS.ID – Sidang putusan perkara pemalsuan surat putusan Mahkamah Agung (MA) dan dugaan pelanggaran etik Dosen dengan terdakwa Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Marthen Napang, ditunda selama dua pekan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2025).

Sidang yang semula dijadwalkan, Rabu (26/2/2025) kemarin, dimulai sekitar pukul 16.00 WIB dan berlangsung terbuka untuk umum, dengan kehadiran terdakwa, saksi korban. Terdakwa Prof Dr Marthen Napang, yang hadir langsung di ruang sidang, terlibat dalam kasus pemalsuan surat putusan MA terkait perkara Peninjauan Kembali (PK) atas nama Ir. Akie Setiawan.

Ketua majelis hakim mengatakan sidang dengan agenda putusan ini ditunda, karena majelis hakim belum siap dengan putusannya. “Sidang kami tunda dua minggu ya, karena minggu depan saya cuti,” ujar Ketua majelis hakim Buyung Dwikora menutup persidangan.

Menurut Kuasa hukum korban, Muhammad Iqbal mengatakan, kasus ini bermula pada tahun 2017, ketika saksi korban, Dr John Palinggi meminta bantuan terdakwa untuk mengurus putusan di MA. Terdakwa kemudian meminta uang sejumlah Rp 850 juta dengan iming-iming akan memfasilitasi proses tersebut.

Lanjut Iqbal menerangkan, setelah saksi korban mentransfer uang tersebut, terdakwa mengirimkan surat putusan MA No 219 PK/PDT/2017 tanggal 12 Juni 2017. “Namun, setelah dilakukan pengecekan, diketahui bahwa surat putusan yang dikirimkan oleh terdakwa adalah palsu,” ujarnya.

Kemudian, ketika saksi korban meminta klarifikasi kepada terdakwa, namun tidak mendapat tanggapan. Lalu ia melaporkan perbuatan terdakwa kepada pihak Universitas Hasanuddin melalui tiga surat yang ditujukan ke rektorat dan lembaga satuan pengawas internal Unhas.

“Surat-surat tersebut berisi laporan mengenai pelanggaran etika, penipuan, dan pemalsuan surat MA yang dilakukan terdakwa,” jelas Iqbal.

Sebagai respons, terdakwa melaporkan saksi korban ke Poltabes Makassar pada 29 September 2017 dengan tuduhan fitnah. “Namun, laporan tersebut dihentikan oleh pihak kepolisian pada 20 Februari 2020 karena dianggap tidak cukup bukti,” ungkap Iqbal.

Ia menambahkan, tidak puas dengan keputusan tersebut, terdakwa kemudian mengajukan gugatan pra-peradilan. “Namun ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada 13 April 2020,” katanya.

Lebih jauh lagi Iqbal menjelaskan, Kasus ini kemudian diteruskan ke Polda Metro Jaya, Kejaksaan, dan akhirnya dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat. “Sidang yang seharusnya berakhir hari ini pun terpaksa ditunda selama dua pekan oleh Majelis Hakim,” terangnya seraya menabahkan yang mengindikasikan bahwa proses peradilan masih panjang sebelum mencapai putusan akhir.

Sebagai informasi, JPU dengan tegas telah menuntut terdakwa Marthen dengan hukuman 4 tahun penjara dikurangi masa penangkapan dan penahanan. Terdakwa dinilai secara sah dan terbukti melakukan tindak pidana Pemalsuan surat, melanggar Pasal 263 ayat (2) KUHP.

Kasus ini mencuri perhatian publik, mengingat keterlibatan seorang akademisi dengan jabatan tinggi di Unhas dan tuduhan serius mengenai pemalsuan dokumen serta pelanggaran etik dalam profesinya sebagai dosen.

(Dom)

Exit mobile version