CAPITALNEWS.ID – Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) telah menetapkan dan menahan tujuh tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, yang melibatkan sejumlah subholding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018 hingga 2023, Selasa (25/2/2025).
Penyidikan ini dimulai setelah tim berhasil mengumpulkan bukti yang cukup, termasuk pemeriksaan terhadap 96 saksi, dua ahli, dan penyitaan dokumen serta barang bukti elektronik. Berdasarkan bukti tersebut, pihak penyidik menetapkan tujuh orang tersangka, di antaranya adalah para pejabat tinggi PT Pertamina dan sejumlah pihak terkait.
Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka adalah:
- RS, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
- SDS, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
- YF, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
- AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
- MKAR, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
- DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim.
- GRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Ketujuh tersangka ini ditahan selama 20 hari ke depan setelah dinyatakan sehat secara medis dan dipindahkan ke rumah tahanan negara.
Tindak Pidana Korupsi yang Merugikan Keuangan Negara
Kasus ini mencuat setelah ditemukan adanya pengaturan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu, dengan merugikan negara hingga mencapai Rp193,7 triliun.
Para tersangka diduga mengatur pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang melalui proses yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, termasuk pemufakatan harga dan manipulasi tender.
Dalam penyidikan, ditemukan adanya pemufakatan antara pejabat PT Pertamina dan pihak broker untuk membeli minyak mentah dan produk kilang dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga seharusnya, yang akhirnya merugikan keuangan negara.
Penyidik juga mengungkapkan adanya manipulasi dalam pengolahan produk kilang, seperti pembelian bahan bakar Ron 92 dengan kualitas yang lebih rendah (Ron 90) yang kemudian dicampur (blending), yang jelas melanggar aturan.
Selain itu, proses pengadaan produk kilang juga dibarengi dengan mark up biaya pengiriman oleh PT Pertamina International Shipping yang melibatkan tersangka YF, yang menyebabkan negara harus menanggung biaya lebih tinggi.
Kerugian Negara yang Mencapai Rp193,7 Triliun
Berdasarkan hasil penyidikan, kerugian negara diperkirakan berasal dari beberapa sumber, antara lain:
Kerugian akibat ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun.
Kerugian akibat impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun.
Kerugian akibat impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun.
Kerugian akibat pemberian kompensasi BBM pada tahun 2023 sebesar Rp126 triliun.
Kerugian akibat pemberian subsidi BBM pada tahun 2023 sebesar Rp21 triliun.
Tindak Pidana Korupsi yang Menguntungkan Pihak Tertentu
Dalam penyidikan juga ditemukan bahwa pengaturan harga impor minyak mentah dan produk kilang dilakukan dengan tujuan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu, termasuk melalui proses pemilihan broker yang telah disiapkan sebelumnya.
Selain itu, terdapat upaya untuk merugikan negara dengan menurunkan produksi minyak mentah dalam negeri dan memperbesar ketergantungan pada impor.
Penyidik menyebutkan bahwa para tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Dom)