CAPITALNEWS.ID – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir 13.481 rekening di 28 bank yang diduga berkaitan dengan transaksi judi online.
Pemblokiran ini menyusul terungkapnya belasan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) yang diduga membekingi bisnis judi online.
Kepala PPATK, Ivan Yustiawandana, menjelaskan bahwa pemblokiran terhadap belasan ribu rekening itu sudah dibahas melalui rapat bersama Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Budi Gunawan pada Senin (4/11/2024).
“PPATK telah menghentikan transaksi sebanyak 13.481 rekening di 28 bank,” kata Ivan kepada wartawan di Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Ivan menyebut, sejauh ini diduga terdapat transaksi judi online senilai Rp 280 triliun. Angka itu dihitung sampai Triwulan III 2024.
“Sampai triwulan III 2014,” ujarnya.
Ivan kemudian mengungkapkan, pola transaksi judi online kini mengalami pergeseran.
Transaksi judi online yang terjadi dilakukan melalui kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) dan aset kripto.
“Adapun pola transaksi di beberapa kasus mengalami pergeseran dengan menggunakan KUPVA dan aset kripto,” ungkapnya.
Sebelumnya, pada Jumat (1/11/2024), Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya telah menangkap 11 pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) karena diduga jadi ‘beking’ judi online. Selain itu, ada tiga warga sipil yang juga dijadikan tersangka.
Kemudian, pada Minggu (3/11/2024), polisi menetapkan dua tersangka baru. Dan kini total sudah 16 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
‘Kita telah melakukan penangkapan terhadap dua orang tersangka lainnya. Jadi jumlah tersangka 16 orang,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, Senin (4/11/2024).
Ade Ary mengatakan, kesebelas oknum pegawai Kemenkomdigi itu diduga melakukan penyalahgunaan wewenang untuk melindungi ribuan situs judi online.
Para tersangka ini seharusnya bertugas melakukan pemblokiran terhadap situs-situs judi online. Namun, mereka justru melakukan ‘pembinaan’ terhadap situs-situs tersebut sehingga tak terblokir.
“Kalau mereka (pelaku) sudah kenal sama mereka (pengelola situs judi online), mereka tidak blokir,” ungkapnya.
Dalam menjalankan aksinya, mereka menyewa bangunan yang dijadikan sebagai kantor. “Mereka menyewa, mencari lokasi sendiri sebagai kantor satelit,” ujar Ade Ary.
(Red-01/*)