Kejagung Setujui Penyelesaian 17 Perkara dengan Restorative Justice

CAPITALNEWS.ID – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung, Asep Nana Mulyana, memimpin ekspos virtual pada Senin (20/1/2025), yang menyetujui penyelesaian 17 perkara melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Salah satu kasus yang diselesaikan adalah perkara pencurian yang melibatkan Tersangka Muhiddin Bin Muh Muis dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Grobogan.

Perkara ini bermula pada 11 Desember 2024, ketika Tersangka, yang sedang menghadapi masalah finansial untuk biaya pengobatan ibunya, mencuri sepeda motor milik Saksi Korban Mohammad Subakir di rumah korban yang dalam keadaan kosong.

Tersangka yang mengetahui lokasi kunci rumah korban, berhasil membawa pergi sepeda motor Honda Vario 150. Meskipun menyebabkan kerugian sebesar Rp15 juta, barang bukti telah disita dan dikembalikan kepada Saksi Korban, sehingga kerugian materiil dapat dipulihkan.

Yang menarik, Saksi Korban yang menganggap Tersangka sebagai anaknya, memaafkan perbuatan Tersangka dan mengajukan penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice. Proses perdamaian ini difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri Grobogan dan disetujui oleh JAM-Pidum pada 15 Januari 2025.

Selain kasus pencurian tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian 16 perkara lainnya, termasuk penggelapan, penganiayaan, dan penadahan, dengan menggunakan mekanisme Restorative Justice.

Terhadap 16 perkara lainnya yaitu:

  1. Terangka Dodi Pratama dari Kejari Kendari, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  2. Tersangka Sulfahmi bin Rudi alias Sul dari Kejari Palu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  3. Tersangka Ebenezer Sihombing dari Kejari Badung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  4. Tersangka I Ketut Wijaya Mataram, A.Md, S.Sos, alias Pijai dari Kejari Karangasem, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  5. Tersangka Syaifullah alias Ipul bin Amir Hasan (Alm) dari Kejari Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
  6. Tersangka Saddan Marulitua Sitorus SH, CLA dari Kejari Jakarta Utara, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  7. Tersangka Muhammad Ganta Baherza bin Zulkarnain dari Kejari Bandar Lampung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  8. Tersangka Yoga Priatama bin Rozi dari Kejari Lampung Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  9. Tersangka Riki Anwar Bin Yusrianwar (Alm) dari Kejari Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  10. Tersangka Helson Winanda bin Helmi dari Kejari Ogan Komering Ulu Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo. Pasal 53 KUHP tentang Pencurian.
  11. Tersangka Ardi Ali bin Ali Amin dari Kejari Ogan Komering Ulu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  12. Tersangka Jati Simanjuntak dari Cabang Kejari Tapanuli Utara di Siborongborong, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-1 Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian Dengan Pemberatan.
  13. Tersangka Titis Marganis bin Marsono dari Kejari Sragen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  14. Tersangka Riski Nugroho alias Remin bin Triyono dari Kejari Boyolali, yang disangka melanggar Pasal Pasal 362 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian Perbarengan.
  15. Tersangka Samin Alias Wawan bin Casiman (Alm) dari Kejari Kabupaten Tegal, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  16. Tersangka Basuki Rahmad bin Maryoto dari Kejari Purworejo, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

Proses perdamaian yang dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan, serta disepakati oleh kedua belah pihak, menjadi dasar keputusan ini.

Restorative Justice dianggap sebagai alternatif yang mengutamakan penyelesaian masalah secara damai dan lebih memperhatikan aspek sosiologis. Keputusan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum serta mendorong penyelesaian perkara secara lebih manusiawi dan efektif.

JAM-Pidum menginstruksikan agar para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia dan Surat Edaran JAM-Pidum terkait pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice.

Keputusan ini mendapat tanggapan positif dari masyarakat, yang melihatnya sebagai langkah untuk mempercepat proses hukum dan memberikan kesempatan kedua bagi pelaku yang telah menyesali perbuatannya.

(Dom)

Exit mobile version