Hakim Djuyamto Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum, Ajukan Gagasan Tentang Penetapan Tersangka oleh Hakim

CAPITALNEWS.ID – Djuyamto, seorang hakim sekaligus humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), baru-baru ini berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.

Dalam disertasinya yang berjudul Model Pengaturan Penetapan Tersangka oleh Hakim Pada Tindak Pidana Korupsi Berbasis Hukum Responsif, Djuyamto mengajukan gagasan kontroversial bahwa hakim seharusnya bisa menetapkan saksi sebagai tersangka dalam kasus korupsi.

Menurut Djuyamto, kejahatan korupsi adalah kejahatan luar biasa yang sering melibatkan banyak pihak, dan terkadang penyelidikan serta penuntutan tidak berjalan secara profesional. Hal ini, menurutnya, bisa menghambat tercapainya keadilan substantif.

Dalam disertasinya, Djuyamto mengemukakan bahwa penetapan tersangka oleh hakim diperlukan agar keadilan dapat ditegakkan, terutama ketika fakta dan bukti di persidangan menunjukkan adanya keterlibatan pihak lain yang belum ditetapkan sebagai tersangka.

“Dalam sistem peradilan tindak pidana korupsi, tindakan yang diambil selama tahap penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pasti memengaruhi operasi pengadilan. Ketidakprofesionalan dalam proses tersebut dapat menyebabkan lembaga peradilan gagal memberikan keadilan yang substansial,” ungkap Djuyamto dalam sidang terbuka promosi doktornya yang berlangsung di Aula Gedung 3 UNS, Solo, Jumat (31/1/2025).

Penetapan Tersangka oleh Hakim: Sebuah Langkah Berani

Gagasan Djuyamto ini sendiri berawal dari pengalamannya saat mengadili kasus kehutanan di Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), di mana ia pertama kali menetapkan seorang saksi sebagai tersangka. Tindakan ini, yang sebelumnya belum pernah dilakukan dalam sistem peradilan Indonesia, sempat mengejutkan kejaksaan.

Djuyamto menjelaskan bahwa tindakan ini sangat diperlukan mengingat kejahatan korupsi seringkali bersifat terorganisir dan melibatkan banyak pihak. “Sebagai hakim, hati nurani saya terusik bila fakta, bukti, dan kesaksian menunjukkan ada tersangka baru yang belum diproses secara hukum,” tambahnya.

Meskipun gagasan tersebut mendapat tantangan dari beberapa pihak terkait pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan yudikatif, Djuyamto mampu menjelaskan dengan gamblang alasan dan dasar hukum yang mendasari usulan tersebut, sehingga disertasinya dinyatakan lulus.

Persidangan Dinamis dengan Penguji Terkemuka

Sidang promosi doktor Djuyamto dipimpin oleh Guru Besar UNS, Prof Pujiyono Suwadi, serta sejumlah penguji terkemuka, termasuk Guru Besar FH UNS, Prof Dr. Hartiwiningsih, dan Ketua Muda MA bidang Pidana, Dr. Prim Haryadi. Meskipun berlangsung dinamis dan penuh diskusi, para penguji mengakui keberanian Djuyamto dalam mengajukan ide-ide out-of-the-box yang dapat membuka jalan bagi pembaruan dalam sistem peradilan.

“Saya doakan, nanti ada nama Djuyamto dalam daftar hakim agung kita,” ujar Prof Pujiyono dengan harapan, yang disambut tepuk tangan meriah dari peserta sidang.

Perjuangan Panjang di Tengah Kesibukan

Meskipun menyandang jabatan sebagai hakim di PN Jaksel dan juga bertugas di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Djuyamto berhasil menyelesaikan pendidikan doktoralnya setelah empat tahun berjuang. Keberhasilan ini menegaskan komitmennya terhadap dunia hukum, di tengah kesibukannya sebagai praktisi hukum di dua pengadilan besar di Indonesia.

Djuyamto, yang lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967, kini resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum, sekaligus menambah deretan prestasi di bidang hukum yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap reformasi sistem peradilan di Indonesia.

(Dom)

Exit mobile version