Dituduh sebagai Pengganggu Perdamaian ASEAN, China Desak Filipina Hentikan Sebar Fitnah

CAPITALNEWS.ID – Pemerintah China menepis tuduhan yang dilontarkan oleh Menteri Pertahanan Filipina, Gilberto Teodoro Jr yang menyebut mereka sebagai pengganggu perdamaian di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). China mendesak Filipina berhenti menyebarkan fitnah.

Melalui pernyataannya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian menyatakan bahwa China adalah pihak terakhir yang dapat dipersalahkan dalam konteks tersebut.

“China adalah pihak terakhir yang dapat dituduh ‘mengganggu perdamaian’. Kami mendesak orang-orang tertentu di Filipina untuk menghadapi akar penyebab masalah ini, berhenti menempuh metode yang salah dengan mengganggu perdamaian kawasan dengan menimbulkan masalah dan melakukan provokasi,” kata Lin Jian, dikutip dari Antara, Rabu (28/8/2024).

Tuduhan ini berawal dari pernyataan Gilberto Teodoro Jr dalam sebuah forum yang diselenggarakan Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat pada Selasa (27/8), yang mengatakan bahwa China sedang berupaya memecah belah Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Menteri Pertahanan Filipina itu juga menuding China sebagai perusak perdamaian internasional terbesar di kawasan ASEAN.

“Siapa yang terus melakukan aktivitas pelanggaran dan provokasi di Laut China Selatan? Siapa yang mendatangkan pasukan dari luar kawasan untuk mengganggu perdamaian dan stabilitas regional? Negara-negara di kawasan tersebut memiliki pandangan yang jelas,” ungkap Lin Jian.

Gilberto Teodoro Jr juga menyatakan bahwa Filipina akan terus memperkuat hubungan militer dengan Vietnam usai patroli pantai kedua negara melakukan latihan angkatan laut gabungan pertama di Laut China Selatan yang disengketakan sejumlah negara.

Terkait hal itu, China mendesak Filipina untuk menghentikan tindakan yang dianggap kurang tepat dan tidak menuduh China secara keliru.

“China meminta Filipina menghentikan aksi canggung dengan menyebut ‘orang kulit putih’ sebagai ‘orang kulit hitam’ dan menuduh China secara keliru,” kata Lin Jian menegaskan.

China dan Filipina kerap terlibat bentrokan di Laut China Selatan, tepatnya di sekitar pulau karang yang disengketakan kedua negara dan juga beberapa negara ASEAN lainnya.

Terbaru, pada 19 Agustus 2024, terjadi dua tabrakan antara kapal penjaga pantai China dan penjaga pantai Filipina yang berdekatan dengan Xianbin Reef atau Sabina Shoal atau disebut Beting Sabina di Kepulauan Spratly yang masuk dalam wilayah perairan sengketa kedua negara di Laut China Selatan.

Juru Bicara penjaga pantai Filipina, Jay Tarriela mengatakan tindakan kapal penjaga pantai China di dekat Beting Sabina mengakibatkan tabrakan yang menimbulkan kerusakan di dua kapal penjaga pantai Filipina.

Namun juru bicara penjaga pantai China Geng Yu mengatakan dua kapal penjaga pantai Filipina menerobos perairan Xianbin Reef secara ilegal.

Sebelumnya, pada Juli 2024 lalu, China dan Filipina telah mencapai kesepakatan sementara terkait dengan akses pasokan logistik untuk para pelaut Filipina di dalam kapal perang BRP Sierra Madre sebagai “markas terapung” yang sengaja dikaramkan Filipina, di kawasan terumbu karang Ren’ai Jiao atau disebut Filipina sebagai “Beting Ayungin”.

Pemerintah China mengklaim hak kedaulatan dan yurisdiksi atas kepulauan yang disebut “Nanhai Zhudao” di Laut China Selatan, yaitu terdiri dari Dongsha Qundao, Xisha Qundao, Zhongsha Qundao, dan Nansha Qundao atau lebih dikenal sebagai Kepulauan Pratas, Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly, dan area Tepi Macclesfield.

Namun, sejak 1999, Filipina menempatkan kapal perang BRP Sierra Madre sebagai “markas terapung” bagi penjaga pantai Filipina di terumbu karang Ren’ai Jiao dan mengirim orang untuk mengisi perbekalan di markas terapung tersebut.

(Red-01/ANTARA)

Exit mobile version